Alangkah mujurnya “nasib” orang-orang Kristiani, terutama orang-orang Katolik ! Mengapa tidak ? Karena mereka memiliki seorang ibunda yang setiap saat bisa ditemui, dimintai bantuan, dijadikan tempat pencurahan segala duka derita, harapan dan cita-cita,…Ibunda itu siapa lagi kalau bukan ibunda Yesus sendiri, Maria.Ketika Yesus tengah bergelayut dengan maut di salib, Ia masih sempat menitipkan Maria kepada murid-murid yang dikasihiNya. “Inilah ibumu, “ ujarNya dari salib. Sejak saat itulah Maria selalu ada di tengah murid-murid itu. Hingga sekarang pun begitu. Ia disebut sebagai Ibu Gereja Universal. Tak terlalu mengejutkanlah kalau Gereja secara khusus memberikan waktu khusus untuk menghormatinya selain pada hari-hari raya tertentu.Kegiatan rutin yang hendak mengetengahkan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh banyak umat untuk memuji Bunda Maria itu. Yaitu ziarah ke gua-gua Maria di dalam maupun di manca negara. Dan jangan lupa, bulan Mei sangat tepat untuk mengungkap topik penuh nuansa menarik ini.Memang selalu saja ada nada-nada kurang sedap menyangkut ziarah ke gua-gua Maria. Apa sih sebetulnya esensi ziarah itu ?Lagu Ave Maria mengalun sepoi-sepoi: Ave Maria, gratia plena, Maria gratia plena, Maria gratia plena. Ave, Ave, Dominus Dei, … Ave Maria, Ave Maria, Mater Dei, ora pro nobis peccatoribus. Ora, Ora pro nobis,…Inilah acara penyerahan diri keduanya kepada perlindungan Ratu dan Bunda utama bagi keluarga mereka.
Sepenggal cerita di atas adalah contoh yang menunjukkan betapa sentralnya Bunda Maria dalam keluarga-keluarga Katolik. Bagi orang Katolik kebanyakan, Maria, Ibu Yesus, yang kerap disapa sebagai Bunda Maria, adalah perantara doa yang sangat dihormati dan diyakini untuk meneruskannya kepada Allah. Bunda Maria adalah pelindung setiap keluarga. Gereja sendiri secara tradisional mengkhususkan dua bulan untuk memberikan devosi kepada Bunda Maria: bulan Mei, disebut sebagai bulan Maria, dan bulan Oktober untuk bulan Rosario. Yang disebut terakhir ini sangat berkaitan dengan Bunda Maria.Selama dua bulan tersebut di lingkungan-lingkungan sudah ada acara doa bersama: doa rosario. Kegiatan ini digilir dari rumah ke rumah sepanjang bulan. Dan salah satu cara untuk menghormati Bunda Maria yang paling populer itu adalah mengadakan ziarah ke tempat-tempat di mana Bunda Maria dihormati secara khusus. Gua Maria di Lourdes di Prancis dan Gua Maria di Fatima, Portugal adalah nama yang sudah dikenal di seantero jagat ini. Lourdes memang lebih terkenal karena di sanalah Maria menampakkan diri kepada seorang gadis cilik berumur delapan belas tahun, Bernadette. Penampakkan Bunda Maria kepada gadis cilik itu terjadi tahun 1858. Sedang di Fatima juga tempat Maria menampakkan diri kembali (1917). Dan penampakan Maria di Fatima terjadi beberapa saat setelah Gereja secara dogmatis mengatakan bahwa Bunda Maria telah diangkat ke Surga jiwa dan raganya.Nah, selama bulan Mei dan Oktober inilah sejumlah besar umat Katolik berbondong-bondong. Bagi yang mampu tentu akan memilih berziarah ke gua-gua Maria di mancanegara. Namun, bagi yang “sedang-sedang” saja lebih memilih tempat yang tidak terlalu jauh dan tidak membutuhkan banyak biaya.
Latar belakangPada mulanya ziarah ke gua-gua Maria ini diselenggarakan semata untuk ziarah. Ziarah untuk bertemu secara rohaniah dengan Tuhan Yesus di tempat-tempat yang ada kaitannya secara histories dengan hidup Yesus dan perkembangan Gereja kemudian. Adolf Heuken SJ, seperti tertulis dalam Ensiklopedia Katolik, menyebutkan ziarah itu melambangkan perjalanan hidup manusia di atas bumi ini menuju Allah. Ziarah yang menghantarkannya semakin hari semakin dekat kepadaNya biarpun melalui kesusahan dan kecapaian. Di tempat-tempat ziarah itu semestinya orang dengan tenang merayakan ekaristi atau devosi-devosi lain. Dan bila perlu dengan menerima Sakramen Pengakuan.Khusus mengenai ziarah Maria, sejarah awalinya adalah adalah pada abad-abad pertama. Orang-orang Kristiani perdana yakin bahwa Maria sebagaimana orang-orang beriman lainnya juga sudah masuk surga seperti layaknya orang kudus. Barulah sekitar tahun 400 Epifanius, Uskup Kota Salmis menulis demikian, “Barangkali Perawan Maria telah wafat dan dimakamkan. Atau barangkali dia telah dibunuh sebagai martir, atau barangkali dia masih tetap hidup karena Tuhan mampu membuat apa saja yang dikehendakiNya. Namun akhir hidup Maria tidak diketahui seorangpun dengan pasti”.Inilah yang kemudian menjadi latar belakang ziarah. Lalu sekitar tahun 450 awal berziarah ke Maria. Mulailah orang-orang Kristiani menghormati suatu makam Maria di Yerusalem. Malah ada juga yang beroendapat adanya dua makam Maria, satu di bukit Zaitun dan satunya lagi di lembah Yosafat.
Namun akhirnya sesudah Konsili Efesus tahun 431 diawali suatu penghormatan pada satu makam Maria di Efesus.Makna ziarah Maria adalah untuk mengungkapkan penghormatan secara khusus kepada Maria karena ia adalah orang kudus atau bahkan sangat kudus. “Dengan begitu berarti Maria ditempatkan di atas orang-orang kudus, namun tentu saja di bawah Yesus. Bunda Maria begitu dihormati dengan sungguh-sungguh. Bentuk penghormatan itu bisa berupa devosi, doa rosario, pesta-pesta liturgis dan sebagainya, “ ujarnya.Belakangan ini memang bukan hanya dalam rangka bulan Maria saja, tetapi sudah sepanjang tahun orang-orang biasa melakukan ziarah. Perkembangan sarana-sarana transportasi yang semakin canggih membuat peluang semakin besar untuk melakukannya. Tetapi bagaimanapun, sebenarnya orang berziarah tidak sama dengan pergi tur. Karena tur sekedar piknik. Kalau dulu orang berziarah untuk menghormati sekaligus mau ada unsur magisnya, sedikit sekali. Orang berziarah adalah untuk mengungkapkan imannya sekaligus berharap mendapatkan kekuatan. Ada dua kemungkinan mengapa orang melakukan ziarah dewasa ini. Pertama, ektrem tur atau profan. Yaitu, orang berziarah karena mumpung ada uang, untuk refreshing. Namun agar tidak kelihatan sangat profan maka disatukan dengan ziarah biar kelihatan kegiatan ini Kristiani.Kegiatan seperti ini masih cukup baik karena mengisi liburan tidak semata liburan profan. Mereka berusaha juga untuk mencari kesempatan menghormati Bunda Maria. Hanya kelemahannya adalah suasana rohaninya kurang menonjol. Apalagi bila pas pada bulan Mei dan Oktober, suasanan sakralnya sudah hilang karena begitu banyak orang yang berkunjung. Orang-orang malah kesulitan untuk berdoa.Kemungkinan kedua adalah ektrem religius, yaitu orang-orang berziarah tidak hanya sekedar menghormati Bunda Maria, namun lebih dari itu. Yaitu, mereka mengharapkan sesuatu yang magis. Magis dalam arti ingin mendapatkan sesuatu yang dialami dalam hidupnya sendiri. Misalnya, minta untuk mendapatkan penglihatan Binda Maria, memperoleh rahmat yang sungguh nyata dan dapat dirasakan. Seakan-akan menuntut bahwa Bunda Maria itu harus nampak dan dialami nyata. Sedangkan dalam tradisi awal tidak demikian. Hanya mengungkapkan imannya dan kalau mereka mendapatkan kekuatan, itu diyakini sebagai rahmat. Pada keadaan seperti ini Bunda Maria diyakini sebagai perantara saja.
Dari dua ekstrem di atas bagi masyarakat perkotaan ziarah sebagai tur nampak lebih dominan. Sedangkan orang-orang sederhana, orang-orang desa, lebih kuat pada religiusnya tetapi mereka tidak semata-mata mencari penampakkan Bunda Maria. Melainkan ada sesuatu yang sungguh-sungguh diharapkan, yaitu rahmat yang sekaligus menyelesaikan masalah. Misalnya saja, mendapatkan mata air yang bisa menyembuhkan penyakit.Pergeseran makna ziarah dewasa ini bisa ditengok dari dua segi. Pertama, pengaruh gejolak teknologi yang kian maju dan konsumerisme. Kesibukan orang-orang sekarang ini menyebabkan mereka tidak punya kesempatan untuk memberikan penghormatan secara khusus dalam hidupnya sehari-hari.Dengan adanya ziarah itu berarti bagi orang-orang sibuk itu ada kesempatan untuk memberikan penghormatan sehingga berbondong-bondong melakukan kegiatan ziarah. Inilah kesempatan untuk melakukan penghormatan kepada Tuhan, juga kepada Bunda Maria. Kedua, orang hendak mengungkapkan religiositasnya. Apalagi kalau dilihat dari corak Konsili Vatikan II, yaitu pembaharuan. Maka dari itu, orang-orang sebetulnya ingin mencari bentuk penghayatan iman yang asli. Kembali ke asalinya.Memang, esensi ziarah itu sudah mulai memudar. Ia telah berubah bukan untuk berziarah tetapi untuk piknik. Sentuhan komersialisasi sudah begitu melekat pada paket-paket peziarahan baik dalam dan luar negeri. Dikatakannya, tempat-tempat ziarah sudah dianggap sebagai tempat senang-senang dan kenikmatan-kenikmatan. Hal itu terjadi karena fasilitas untuk ziarah sangat mudah diperoleh. Nyaman untuk digunakan, menarik dan memperoleh kesegaran jasmaniah. Orang tidak lagi merasa prihatin, menderita dalam ziarah.Entahlah mana yang menyelimuti hati orang-orang Katolik terutama yang melakukan ziarah. Siapa yang mampu menduga isi dan maksud hati manusia. Siapa yang termasuk ektrem tur wisata atau ektrem mau mengungkapkan religiositasnya berpulang kepada pribadi masing-masing. Namun hendaknya penghayatan dan penghornatan kepada Bunda Maria itu sungguh dapat dipahami secara benar. Selalu harus kembali kepada pertanyaan, mengapa umat begitu menghormati dan memuji Bunda Maria.Jawaban atas pertanyaan ditemukan dalam Kidung Maria. Di sana diungkapkan bahwa karena perbuatan besar dikerjakan bagiku oleh Yang Mahakuasa, kuduslah namaNya. Artinya, Maria tidak dihormati seakan-akan dia sendiri memang berprestasi besar. Melainkan karena di dalam dia Allah berkarya demi penyelamatan manusia.Maka, pertama-tama yang perlu diperhatikan dalam diri Bunda Maria adalah bahwa ia memainkan peranan penting dalam hidup Yesus. Dia adalah orang kudus karena imannya yang total kepada rencana Allah. Maria adalah bunda umat beriman. Pengakuan akan keluhuran Bunda Maria sebagai Bunda Yesus yang menjadi dasar untuk memberi perhatian penuh hormat kepadanya.
Berdoa kepada Bunda Maria bukanlah berarti bahwa Bunda Maria yang dapat menyelamatkan manusia beriman. Ataupun dia menganugerahkan seakan-akan tanpa sepengetahuan Allah. Ia melayani Allah. Kalau berdoa kepada Bunda Maria maksud doa itu senantiasa supaya Bunda Maria berdoa bagi manusia.Dalam bingkai seperti itu, hidup umat beriman ini secara teologis harus dilihat juga sebagai suatu ziarah hidup menuju Allah. Orang-orang yang berziarah ke tempat-tempat suci dan kudus itu adalah lambang dari umat yang berada dalam peziarahan dalam arti yang seluas-luasnya. Ziarah harus ditempatkan dalam konteks yang normal saja. Orang-orang berziarah bukan hanya kepada gua-gua Maria saja.Agar ziarah Maria itu sungguh bermakna rohani sebaiknya perlu disiapkan secara matang. Sebelum hari pemberangkatan, satu atau dua bulan sebelumnya para peserta sudah diberikan bimbingan mengenai Kitab Suci, sejarah tempat-tempat suci tersebut. Tujuannya adalah agar para peziarah dapat sungguh-sungguh memetik makna yang esensial.Persiapan awali ini perlu dilakukan oleh orang-orang yang berkualitas. Tidak hanya asal seorang imam yang bisa menyertai lalu merayakan ekaristi dan sedikit ceramah. Sekurang-kurangnya pembimbing itu mengerti sedikit banyak mengenai eksegese. Tetapi, hal ini sangat melelahkan. Bahkan ziarah seperti ini bisa seperti rekoleksi atau retret, maka ketika akan ke Gunung Sinai misalnya, harus jalan kaki, berpuasa sebagaimana dahulu dilakukan Musa. Artinya, menghayati sebagaimana dahulu orang menghayatinya.
Yesus: Allah yang Berziarah
Pater Arnod menjelaskan bahwa “Bukan kita yang pertama berziarah kepada Allah. Sebaliknya, justru Allah yang pertama-tama berziarah kepada kita. Di dalam Perjanjian Lama kita menemukan Allah yang berziarah, berjalan bersama, seperti pengalaman Abraham, terutama dalam pengalaman Musa yang mengantar umat Israel keluar dari Mesir.” Gambaran yang paling sempuran mengenai Allah yang berziarah adalah Yesus. Dia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya. Dia berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. “Yesus berziarah karena Dia mencintai!” demikian tegas lulusan Teologi Spiritual Gregoriana, Roma, ini.
Yesus mempunyai dua ziarah, yakni pertama, “dalam Tritunggal”: Yesus keluar dari diriNya untuk mencintai Bapa dan Roh Kudus. Kedua, “dalam waktu atau dalam sejarah keselamatan,” yang mempunyai dua makna: Exitus, yang berarti bahwa Dia keluar dari keabadian dan masuk ke dalam waktu untuk menjadi Manusia. Puncak ziarah ini adalah peristiwa Salib. Reditus yang berarti Yesus kembali kepada Bapa setelah peristiwa Salib.
Oleh karena itu, ziarah itu mempunyai makna yang sangat dalam bagi manusia. Dasarnya adalah bahwa Yesus Kristus sebagai Homo viatus — Manusia yang terus berziarah dalam Roh — menemani manusia. Maka, dalam Roh, manusia terus beziarah di mana dan kapanpun, ujarnya sambil menyitir salah satu tulisan St. Montfort, Cinta Sang Kebijaksanaan Abadi (CKA) Bab VI, dan salah satu bagian dalam Ratio Formationis Montfortan.
Gereja yang Berziarah
Ketika menjelaskan bagian Gereja sebagai umat Allah yang berziarah, P. Arnold menggarisbawahi bahwa titik awal atau titik berangkat penziarahan Gereja adalah pengalaman Paskah. “Jadi, kita seperti St. Paulus yang ditangkap oleh Kristus,” ujarnya. Di dalam Sakramen Baptis, kita memulai penziarahan kita. Pengalaman perjalanan dari Ruteng menuju ke tempat ziarah, Gua Maria Torongbesi adalah sebuah simbolisme penziarahan batin, pergerakan batin. Kita berziarah, bergerak dari hal dangkal menuju ke tempat yang yang lebih dalam. Ziarah adalah sebuah gerakan menuju pertobatan, sebagaimana ditegaskan oleh Tuhan Yesus ketika bercakap-cakap dengan seorang perempuan Samaria (Yoh 4: 1-42). Secara khusus ditegaskan bahwa “… penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran”(Yoh 4: 23). Penyembahan kepada Allah dalam roh dan kebenaran itu bukan sekadar tindakan lahir, melainkan sebuah tindakan batin atau terjadi di dalam batin. Maka, ziarah bukan dimaksudkan untuk mengalami peristiwa sentimentil (mujizat, dll.) tetapi untuk memperoleh pengalaman ontentik bersama dengan Tuhan Yesus dan Bunda Maria. Ziarah dimaksudkan agar kita mengalami perubahan atau pertobatan. Pengalaman sejati itu mesti mendorong Gereja untuk tertlibat dalam dunia nyata dan untuk bekerja sama dengan orang lain (agama lain, suku lain, dll.). Karena itu, penziaraha kita tidak akan pernah selesai dan inilah karakter eskatologis Gereja.
Berziarah bersama dengan Bunda Maria
Roh Kuduslah yang menggerakan hati kita untuk berziarah. Sebagaimana dahulu Roh Kudus memerlukan Maria untuk melakukan penziarahanNya (Allah Putra menjelma menjadi Manusia), demikianlah pula Dia tetap memerlukan Bunda Maria dalam penziarahan kita kepada Allah. Karena itu, Gereja Kudus dengan tegas menyebut bahwa Bunda Maria sebagai “tanda harapan pasti” (bdk. Lumen Gentium). Penerimaan kita akan Maria adalah akibat iman kita akan Kristus. hal ini dapat dibandingkan dengan peristiwa Golgota ketika Rasul Yohanes menerima Maria, yang dipercayakan Kristus kepadanya (lih. Yoh 19: 26-27, khususnya ay. 27). Bunda Maria tidak pernah meninggalkan kita, melainkan tetap berziarah bersama dengan kita untuk mencapai persatuan dengan Yesus Kristus. Karena itu, kata P. Arnold, tempat-tempat ziarah Bunda Maria tidak pernah sepi kunjungan tetapi selalu dikunjungi oleh para peziarah karena perannya yang efektif.
Berziarah sebagai Montfortan
P. Arnold mengatakan bahwa selama hidupnya, baik sebagai seorang seminaris maupun terutama sebagai seorang imam, St. Montfort begitu kerap melakukan ziarah. Ada beberapa contoh: dia berziarah ke katedral Chartres, Mont Saint Michaell, gua alam Mervent. Semua itu adalah ungkapan lahiriah dari apa yang hidup di dalam batin. Dia berziarah sebagai sebuah ungkapan pertobatan batinya terus-menerus. Dia pun selalu bergerak, berpindah sehingga dengan berani mengatakan bahwa diah “menikahi” Kebijaksanaan. Ketika bertemu dengan sahabat sekolahnya, Blain, yang mencecar dirinya dengan begitu banyak pertanyaan menyangkut gaya hidupnya yang dianggap “aneh”, St. Montfort mengambil Kitab Suci yang selalu dibawa di dalam tasnya dan menyerahkan kepada sahabatnya itu sambil berkata, “Tunjukkan di mana cara hidup saya yang tidak sesuai dengan Kitab Suci?” Dengan berkata demikian, dia menegaskan dirinya sebagai pengikut para Rasul yang terus berziarah.
Bunda Maria dari Torongbesi, doakanlah kami.
Santo Louis-Marie de Montfort, doakanlah kami.
Beata Marie-Louise dari Yesus, doakanlah kami. (LdN)
إرسال تعليق